Rektor USU Prof. Syahril Pasaribu kembali mengukuhkan Guru Besar USU. Guru Besar yang dilantik Sabtu, (6/6) di Gelanggang Mahasiswa USU antara lain Prof. Edi. Warman, SH, M.Hum dari Fakultas Hukum USU, Prof. Drs. Rizabuana Ismail, M.Phil, P.hD dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Prof. Dr. Priharin Lumbanraja, M.Si dari Fakultas Ekonomi USU.

 

Rektor dalam sambutannya mengatakan bagi seorang dosen, mekanisme untuk meraih jabatan Guru Besar merupakan satu prosedur yang rumit dan sulit untuk dilewati, karena menyangkut banyak kriteria dan penilaian. Diantara kriteria yang harus dimiliki adalah berpendidikan S-3 atau Doktor, dan melewati proses penilaian dengan indikator Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian serta etika dan moral akademik. Melalui prosedur selektif dan terukur yang dilewati tersebut diharapkan Guru Besar yang lahir atau yang sudah mendapatkan penetapan adalah tenaga pengajar atau seorang akademisi yang memiliki "nilai lebih" terutama dari sisi keilmuan, kejujuran dan etika moral. Dengan demikian kehadiran seorang Guru Besar akan menjadi contoh tauladan yang akan berpengaruh bagi suasana akademik yang kondusif, sehingga akan berdampak pada terciptanya "mimbar ilmiah" dalam kehidupan kampus yang rasional, jernih dan dinamis.

 

Sementara itu para Guru Besar yang dilantik masing-masing memberikan pidato pengukuhan secara bergantian. Prof. Ediwarman dalam pidato pengukuhannya yang berjudul Paradoks Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kriminologi Di Indonesia di hadapan Rapat Terbuka USU mengatakan bahwa Paradoks Penegakan Hukum Pidana dalam perspektif kriminologi Indonesia pada hakikatnya terjadi akibat aparatur penegak hukum kurang memahami undang-undang dan teori-teori hukum secara komprehensif, karena undang-undang dan teori hukum itu pada hakikatnya sebagai pisau analisis dalam upaya penegakan hukum di Indonesia. Paradoks dalam penegakan hukum pidana di Indonesia pada umumnya akibat lemahnya ilmu pengetahuan hukum aparatur penegak hukum itu sendiri dalam memahami undang-undang dan teori-teori hukum sehingga dalam penegakan hukum pidana sering terjadi kesalahan, padahal teori-teori hukum itu sebagai sumber hukum untuk memecahkan peristiwa yang sedang diproses di tengah-tengah masyarakat.

 

Prof. Rizabuana Ismail dalam pidato pengukuhannya yang berjudul intelijen Humanis (Human Intelegence) Pada Masyarakat Indonesia Yang Sedang Berubah: Perspektif Sosiologi Intelijen memaparkan bahwa kondisi intelijen Indonesia memang sedang melemah. Perubahan yang paling terlihat pada badan intelijen dan pada masyarakat terlihat ketika pasca lengsernya Presiden Suharto. Berkurangnya kekuatan badan intelijen di Indonesia pada sisi lain, menambah ruang gerak dan tuntutan masyarakat yang menjadikan perubahan badan intelijen dan masyarakat. Banyak faktor penyebab perubahan ini terjadi, tetapi proses globalisasi nampaknya lebih mempercepat perubahan masyarakat kearah yang pragmatis dan tantangan untuk badan intelijen untuk mendapatkan informasi yang akurat karena aliran informasi yang tak terbendung. Posisi lembaga intelijen pada saat ini juga harus memiliki payung hukum yang sangat kuat. Fungsi lembaga intelijen dituntut harus didasarkan pada salah satu pilar konsolidasi demi tegaknya prinsip Rule of Law (RoL).

 

Sementara itu Prof. Prihatin Lumbanraja dalam pidato pengukuhannya yang berjudul Kepemimpinan Lintas Budaya dan Pengembangan Bisnis Global memberikan pemaparan bahwa kepemimpinan lintas budaya (cross cultural competence) bagi para manajer (pemimpin) bisnis yang beroperasi secara internasional telah menjadi suau keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam era globalisasi yang dampaknya semakin luas melanda seluruh aspek kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut komitmen organisasi untuk mempersiapkan para manajer yang diberi penugasan luar negeri menjadi semakin penting, disamping komitmen secara individual juga sangat dibutuhkan demi keberhasilan bagi pribadi manajer dan organisasi yang bersangkutan. Pada akhirnya muara keberhasilan tersebut akan sangat tergantung kepada daya adaptasi dari individual manajer terhadap budaya lokal/setempat yang tercermin dari keserasian dan keharminisan interaksi antara manajer asing dengan karyawan maupun organisasi secara keseluruhan. (vie)

PetaIkonikUSU