Pijar/USER, Medan. 11 dari 33 perguruan tinggi Indonesia yang tergabung dalam IPPSI (Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia) mengikuti Upgrading dan Workshop Nasional Penyusunan RPP/RPS Mata Kuliah Inti IPPSI bagi Program Studi Kesejahteraan Sosial Se-Indonesia, di Ruang Sidang FISIP USU. Acara yang berlangsung pada tanggal 28-29 Agustus 2017 tersebut pun terselenggara berkat kerjasama IPPSI dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU yang kali ini berperan sebagai tuan rumah.

IPPSI2


Selama dua hari, dosen yang mengampu mata kuliah di Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial USU, UMSU, UNPAD, UNPAS, UI, UMM, UMJ, UNLA, UINSUKA Jogjakarta, UIN Jakarta dan STKS mempresentasikan 11 dari 19 mata kuliah inti RPS (Rencana Pembelajaran Semester) yang telah mereka sesuaikan dengan format kurikulum yang dikeluarkan oleh IPPSI. Pemaparan dilanjutkan dengan diskusi untuk mengevaluasi RPS.


Tantangan Utama


“Jadi acara upgrading dan workshop tentang RPS ini merupakan kelanjutan dari agenda profil lulusan dalam KPT (Kurikulum Perguruan Tinggi). Dari Kemenristek Dikti, semua perguruan tinggi di Indonesia harus menyusun KPT yang sudah diberlakukan pada tahun ini. Penyusunan KPT ini dilakukan oleh Asosiasi Program Studi,” ujar Dr. Oman Sukmana, M.Si selaku Ketua IPPSI.
Sebagai Asosiasi Program Studi untuk jurusan Kesejahteraan Sosial yang telah berdiri sejak 1986, IPPSI telah menyusun lima profil lulusan program studi pada tahun 2016. Profil lulusan ini diturunkan dalam capaian pembelajaran untuk selanjutnya diturunkan menjadi RPS. Menurut Oman, tantangan penerapan RPS terletak pada referensi. “Kita memang agak terbatas di referensi yang berbahasa Indonesia, karena sebagian besar referensi kita berbahasa Inggris,” imbuhnya.


Dr. Abu Huraerah M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAS dan merupakan salah satu dosen yang mengikuti upgrading dan workshop ini berpendapat bahwa keseriusan dosen juga merupakan tantangan dalam RPS. “Sebuah bentuk akuntabilitas dosen ketika mengajar. Jadi perencanaannya sudah harus jelas. Jangan sampai ketika masuk kelas, apa yang diajarkan itu juga gak jelas,” ungkapnya.

IPPSI1


Untuk perkembangan kurikulum sendiri, Abu berpendapat bahwa kurikulum prodi ini sudah sering di-upgrade untuk bisa menjawab kebutuhan user (pengguna lulusan) dan disesuaikan dengan IPTEK. “Jadi penyelenggaraan workshop ini adalah untuk menjawab itu, jadi jangan sampai bahan kajian atau RPS itu tidak match dan kontekstual dengan kebutuhan user dan perkembangan IPTEK,” ujarnya.
Ajang untuk Berbagi


Siti Annah Kurniati, dosen dari UMM mengatakan kegiatan ini penting untuk mempersiapkan matakuliah wajib yang ditetapkan oleh IPPSI, agar dosen pengasuh program studi memiliki kesamaan pandangan dalam perkuliahan. “Ini forumnya untuk berbagi. Supaya sesuai dengan tuntutan KKNI level enam untuk S1. Capaian-capaian dan targetnya pun harus jelas dan terukur,” jelasnya.
Ia juga mengapresiasi manfaat positif dari kegiatan ini segi update referensi, dan pandangan-pandangan dari luar (world view) terkhususnya bagi ilmu kesejahteraan sosial.
11 RPS percontohan yang di-upgrade pada hari kedua ini kemudian disahkan dan diputuskan di Medan sebagai adaptasi maupun panduan untuk RPS di 33 prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial tingkat perguruan tinggi yang tergabung dalam asosasi IPPSI. Untuk agenda selanjutnya, IPPSI akan mengadakan Diktat Supervisor Akademik di USU pada Februari 2018. (GK/Pijar)

PetaIkonikUSU