MEDAN-HUMAS USU : Fakultas Ilmu Budaya (FIB) USU menggelar Seminar bertajuk “Menenun Diplomasi Budaya di Wilayah Perbatasan Indonesia – Malaysia” yang bertempat di Wisma Pariwisata USU, Jl Universitas Kompleks USU, Rabu (4/4). Seminar menghadirkan empat pembicara yakni ; Konjen RI di Kuching, Jahar Gultom, Wakil Konjen RI di Penang, Machdaniar Nisfah, Konsul Malaysia di Medan, Amizal Fadzli Razali dan Konsul Malaysia di Pontianak, Mohiuddin Ghazali.

 

Dalam sambutannya, Dekan FIB USU, Dr Budi Agustono, MS, menyampaikan ucapan terima kasih atas kehadiran para pembicara dan peserta seminar dalam kesempatan tersebut. Ia berharap seminar yang digelar dapat menjadi sarana untuk berdiskusi dan mendapatkan pencerahan seputar hubungan Indonesia dan Malaysia, serta unsur budaya yang menautkan keduanya. Ia juga menyampaikan apresiasi atas kerja keras seluruh prodi yang bertekad untuk melahirkan prestasi yang lebih baik lagi ke depannya.

Diplomasi FIB 2Konjen RI di Kuching, Jahar Gultom, dalam paparannya menyampaikan bahwa masalah lintas batas antara kedua negara, Indonesia dan Malaysia, kerap kali memicu konflik di antara kedua negara. Tak kurang menyulutnya masalah klaim budaya, terlebih mengingat kedua negara memiliki keterikatan sejarah dan budaya yang tak bisa ditepis begitu saja.

 

“Keterikatan sejarah dan budaya di antara Indonesia dan Malaysia telah melahirkan sejumlah karya dan kreasi yang memiliki kesamaan dalam berbagai aspek. Maka saling klaim seringkali tak terhindarkan. Kedua negara merasa sesuatu yang diklaim tersebut sebagai milik asli dan warisan budaya di negara masing-masing. Hal inilah yang kerap memicu ketegangan di antara keduanya,” ungkap Jahar.

 

Sementara itu, Wakil Konjen RI di Penang, Machdaniar Nisfah, yang membidangi persoalan ekonomi menilai persoalan migran worker atau tenaga kerja asing, dalam hal ini merujuk pada keberadaan tenaga kerja indonesia (TKI), menjadi sumber permasalahan yang tak kunjung mereda memicu konflik pada kedua negara tersebut. Dominasi pekerja Indonesia atas seluruh tenaga kerja asing yang ada di negeri jiran tersebut, semakin diperkeruh oleh ulah para pendatang ilegal yang dalam konteks kebahasaan di Malaysia disebut sebagai pendatang haram.

 

“Keberadaan para pendatang ilegal di Malaysia umumnya berasal dari kegiatan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Kejahatan tindak pidana perdagangan orang atau trafficking sampai sekarang menjadi kejahatan serius yang sangat sulit ditangani. Maka yang saat ini dipikirkan adalah bagaimana caranya untuk dapat melegalkan para pendatang haram tersebut,” kata Machdaniar.

Diplomasi FIB 1Menurutnya, para pekerja Indonesia merupakan primadona dari seluruh pekerja asing yang ada di Malaysia. Tidak mengherankan bila jumlah mereka mendominasi dari seluruh TKA yang ada. Karakter pekerja Indonesia paling disukai, terlebih karena berasal dari nenek moyang dan budaya yang sama.

 

“Dengan kondisi demikian maka ikatan batin antara Malaysia dan Indonesia sesungguhnya sangat erat, sehingga menyelesaikan seluruh sengkarut permasalahan yang ada seharusnya bisa menjadi lebih mudah.” tandasnya.

 

Dua pembicara lain juga menyoal berbagai dilema yang dihadapi kedua negara terkait perbatasan, baik laut maupun darat serta zona ekonomi eksklusif kedua negara.

PetaIkonikUSU