MEDAN – HUMAS USU : Program Studi  Ilmu  Politik  FISIP USU bekerjasama dengan  Pusat Kajian Politik International UUM dan Pusat Kajian Selat Malaka Sumatera (PKSMS) USU menggelar Seminar  Politik Kawasan yang bertajuk, "Arah  Baru Politik Malaysia dan  Geopolitics Selat Malaka”, bertempat di Ruang Sidang Fisipol  USU, Jumat (20/7) pagi hingga siang hari. Seminar tersebut menghadirkan empat orang  pembicara, yakni; Pakar Politik Kawasan UUM  Malaysia Associate Professor Dr Noor Sulastry Ahmad,   Ketua Bidang Politik Maritime  Pusat Kajian  Selat Malaka Sumatera USU Dra Rosmery,  MA, Redaktur Rubrik Opini Harian Waspada Dr Dedi Sahputra dan Ketua  Prodi Ilmu Politik  Fisip USU Dr Warjio, MA,  PhD.

Selat Malaka 1Dalam presentasinya, Dr Dedy Syahputra memaparkan peta politik Malaysia di era kepemimpinan Mahathir Mohammad dalam perspektif media. Ia menekankan pentingnya melihat potensi geopolitik yang ada di Selat Malaka maupun kerusakan yang dibuatnya. Sebagai simpul akhir, Dr Dedy melihat dengan demikian kompleksnya persoalan yang ada di kawasan tersebut, maka menjadi penting untuk menggagas kegiatan atau penelitian yang membangun kepedulian (awareness) terhadap Selat Malaka.

 

Sementara itu, Dr Warjio menjelaskan bahwa Indonesia memiliki kepentingan untuk mencermati peta kekuatan politik Malaysia, mengingat pengaruhnya yang sangat besar untuk mengambil langkah dan kebijakan strategis yang berhubungan dengan Selat Malaka. Jalur perdagangan Selat Malaka merupakan salah satu jalur tersibuk dan terpenting yang ada di dunia, dan mempengaruhi perekonomian beberapa negara yang ada di kawasan tersebut, terkhusus Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura. Yang juga tak bisa ditampik adalah kekuatan Cina yang sampai saat ini masih memegang dominasi perdagangan dunia, khususnya di Selat Malaka.  

Selat Malaka 2Dr Warjio juga menggarisbawahi perlunya dibangun forum kerjasama dengan Malaysia. Menurutnya, konteks kepentingan Selat Malaka dalam kebijakan politik harus diputuskan dengan proporsional. Menyikapi perkembangan politik di negeri jiran tersebut, Dr Warjio melihat bahwa Perdana Menteri Mahathir Mohamad harus bisa menggandeng kekuatan yang lebih besar di pihaknya untuk menandingi kekuatan ekonomi dan politik Cina yag masih dominan dan berpengaruh di Selat Malaka.

 

Seusai seminar, Dr Ridwan Hanafiah selaku Ketua Pusat Kajian Selat Malaka menjelaskan, bahwa tujuan dari didirikannya Pusat Kajian Selat Malaka adalah untuk meningkatkan penelitian tentang Selat Malaka dari sisi ekonomi, politik, sosial dan budaya. Tercakup di dalamnya pembahasan tentang kawasan perbatasan Indonesia dan peranan Selat Malaka untuk Indonesia dilihat dari aspek ekonomi, politik, sosial budaya dan lingkungan hidup.

Selat Malaka 3Pusat Kajian Selat Malaka Sumatera didirikan pada bulan Juli 2017 yang diinisiasi oleh Dr Ridwan Hanafiah, dra Rosmerry, MA, drs Fahmi Natigor, Ak, dengan SK bertanggal 26 Januari 2018. Menurut Dr Ridwan, kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh pusat kajian ini antara lain membangun infrastruktur organisasi, visi misi, proses persiapan seminar nasional dan internasional yang akan diadakan di bulan November. Diikuti pula rencana lanjutan menjalin kerjasama dengan lemhanas, badan riset nasional, dirjen dikti dan bappenas. Pusat kajian ini juga akan membangun konsorsium untuk meningkatkan kualitas kerjasama.

 

Dr Ridwan menyampaikan, bahwa seluruh pengurus Pusat Kajian Selat Malaka Sumatera juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Rektor USU atas dukungan yang telah diberikan selama ini terhadap keberadaan pusat kajian tersebut. Ia berharap, ke depan akan semakin banyak sumbangsih pemikiran dan penelitian yang dihadirkan melalui berbagai kegiatan yang digelar lembaga ini. (Humas)

  

PetaIkonikUSU