USER/PIJAR, Medan. FISIP USU bekerjasama dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) menggelar diskusi publik dengan  bertajuk Korupsi, Afiliasi Organisasi Agama, dan Demokrasi bertempat di ruang sidang FISIP USU, Selasa (25/9/2018).

 

Diskusi ini menghadirkan beberapa pembicara, antara lain Dr.Rizka Halida selaku peneliti senior LSI, Dr. Muryanto Amin Dekan FISIP USU, Prof.Dr.H Katimin, M.Ag dosen UINSU, Bersihar Lubis Pemimpin Redaksi Harian Medan Bisnis, serta Drs. Muba Simanihuruk, Msi selaku moderator.

LSI 3Rizka memaparkan hasil temuan survei bahwa tren persepsi publik mengenai korupsi tidak jauh berbeda dari tahun lalu sejak dilaksanakan survei mengenai tema terkait.  “Secara umum, cukup memprihatinkan melihat potret persepsi masyarakat. Sebanyak lebih dari seperempat masyarakat menilai korupsi adalah wajar”, Papar Rizka.

 

Dalam temuan survei juga didapat bahwa publik melihat korupsi meningkat dalam 2 tahun terakhir, namun di sisi lain  mayoritas memandang bahwa pemerintah dinilai serius menangani korupsi. Anehnya, temuan survei menyimpulkan sikap pro korupsi malah datang dari orang-orang yang mendukung demokrasi atau berafiliasi dengan organisasi keagamaan. Hingga inilah yang menjadi pertanyaan besar dan menjadi agenda utama dalam diskusi tersebut.

 

Dari pemaparan tersebut, Prof. Katimin menyimpulkan bahwa Indonesia adalah negara paradoks. “ Kita negara yang dikenal religius tapi korupsi meningkat. Agama sering menjadi peralat dalam politik.” ujarnya.

LSI 2Senada dengan Prof. Katimin, Dr.Muryanto Amin menilai religiusitas seringkali meningkat ketika pemilu berlangsung. Masyarakat memandang seiman lebih penting daripada kualitas program pasangan calon.

 

Tanggapan hasil survei juga datang dari wartawan senior Sumut, Bersihar Lubis. “Hasil Survei yang kontradiktif membuktikkan responden tidak bisa membedakan antara upaya serius pemerintahan dengan kinerja KPK. Saya berpandangan bahwa responden menilai kinerja KPK adalah bagian dari upaya pemerintah. Padahal penelitian membeberkan ketika warga berhubungan dengan pegawai pemerintah dalam banyak urusan kerap dimintai imbalan”, lugasnya.

 

Fakta yang mengejutkan juga muncul dari hasil survei mengenai persepsi pemuda terhadap korupsi. Dibandingkan kelompok yang lebih tua tampak bahwa kaum muda lebih banyak yang bersikap pro terhadap korupsi. Namun, kaum muda lebih sedikit menilai keseriusan pemerintah melawan korupsi dibanding kelompok yang lebih tua. Artinya, sikap pro terhadap korupsi yang ditunjukkan kaum muda dapat diduga terjadi karena ketidakpuasan mereka terhadap pemerintah yang dinilai tidak serius melawan korupsi di tengah korupsi yang makin meningkat ini.

LSI 1Dr.Rizka Halida berasumsi bahwa Indonesia tetap mampu menjalankan sistem demokrasi yang berkeadilan, kesetaraan dan anti korupsi terutama dilihat dari peran milenial. “seharusnya ada kesempatan demokrasi kita yang sejak 20 tahun ini untuk bisa diperbaiki. Toh, kita selama 20 tahun ini sudah menghirup kebebasan yang lebih baik dibanding sebelumnya. Kaum muda diharapkan mampu memilki karakter yang lebih baik. Begitu juga ormas-ormas yang seharusnya mawas diri memilki civil society yang kuat bukan hanya berkumpul berdasarkan jaringan patronasi saja.” (Cici Alhamdaina)

PetaIkonikUSU