MEDAN – HUMAS USU : Namanya Benardus Simbolon. Tubuhnya yang berperawakan sedang, mengenakan baju wisuda lengkap dengan toganya. Ia berdiri di antara para panitia wisuda yang sibuk, terasing sendiri dari barisan wisudawan-wisudawati yang memenuhi Gedung Auditorium USU, Selasa (26/2) siang itu. Ia berdiri dengan canggung di tepi podium. Sementara di atas podium, Rektor USU, Wakil Rektor, para Guru Besar, Senat Akademik serta barisan Dekanat masih mengikuti serentetan seremoni. Begitu pula ribuan wisudawan/ti lainnya yang memenuhi gedung tersebut. Suasana terasa khidmat dan mengharukan.

 

DSC 0629

 

Tak berapa lama, ketika Rektor USU sampai pada prosesi pemberian ijazah untuk para wisudawan/ti, Benardus berpindah duduk ke kursi di deretan pertama, yang tadi ada di hadapannya. Ia duduk berdampingan dengan ibunya, Nur Sita Malau. Baik Benardus, maupun ibunya, tak mampu mengusir rona kegugupan di wajah mereka, meskipun semburat kegembiraan meruap kental dalam ekspresi keduanya. Bagaimana tidak gugup? Hari itu, Benardus akan menerima ijazah sarjana yang diperjuangkannya selama empat tahun perkuliahan di Prodi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU. Tidak hanya itu, dalam prosesi penerimaan ijazah yang akan diserahkan oleh Rektor USU, ternyata bukan Benardus yang menaiki tangga podium dan menghampiri Rektor. Melainkan Rektor USU lah yang akan mendatanginya ke bawah podium.

 

IMG20190226162304

Didampingi ibunya, Benardus tampak berkali-kali memperbaiki toga wisuda dan selempangnya. Sesekali ia juga berbisik kepada ibunya dan ibunya hanya menanggapi dengan tertawa sembari mengangguk-anggukkan kepala. Sesekali ibunya merangkul bahu Benardus. Rangkulan tangan ibunya tampak kuat di bahu kanan Benardus. Tampaknya ia tahu bagaimana menenangkan putranya itu.  

 

Saat Rektor USU menuruni tangga podium dan menghampirinya, kegugupan Benardus semakin menjadi-jadi. Masih didampingi ibunya, Benardus menerima ijazah sarjananya dari Rektor. Dengan wajah sumringah ia menjabat tangan pimpinan universitas kebanggaannya. Dengan canggung ia juga berfoto dengan diapit Rektor USU dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, diabadikan oleh beberapa kamera wartawan dan humas USU.

 

DSC 0678

 

"Sebenarnya saya canggung sekali. Tadi sudah minta ikut ke atas, dibantu sama yang lain. Tapi katanya Rektor yang akan turun. Didatangi Rektor, siapa kali rupanya aku," kata Benardus diiringi senyum malu-malu.

 

Benardus adalah mahasiwa USU yang penglihatannya tidak sempurna. Tak bisa dikatakan tunanetra sepenuhnya, sebab ia mengaku masih bisa melihat walau samar-samar. Meski berstatus kebutuhan khusus, Benardus ternyata sangat mandiri. Mahasiswa asal Samosir ini ngekos bersama teman-temannya dan naik angkot sendirian ke kampus. Meskipun saat awal-awal kuliah, ia juga kerap dibantu oleh seniornya.

 

"Kalau di kelas, saya minta diperlakukan sama seperti yang lain. Tapi kalau ujian tulis, kadang dibantu teman," jelasnya.

IMG20190226162306

Menyukai alat musik saxophone, ternyata Benardus yang memiliki hobi bermain musik ini sangat mengidolakan Dave Koz dan Nicky Manuputty. Meski awalnya ia mengaku masuk Etnomusikologi hanya karena ingin kuliah saja, namun Benardus sangat serius menjalani masa perkuliahannya selama empat tahun. Salah satu keinginannya untuk membahagiakan ibunya, Nur Sita Malau, telah tercapai. Yakni menjadi sarjana.

 

Anak ke-5 dari 6 bersaudara ini juga tetap berkomitmen untuk meneruskan cita-citanya sebagai seorang pemusik. Benardus juga berkeinginan melanjutkan pendidikannya hingga ke jenjang S2. Terlebih bila ada fasilitas beasiswa.

IMG20190226162301

Sementara itu, sang ibu mengaku sangat senang dan bangga dengan keberhasilan anaknya meraih gelar sarjana. Selama ini, ia selalu mendoakan agar Benardus mampu menyelesaikan pendidikannya dengan baik dan mencapai apa yang diinginkannya.

Seusai diwisuda, ibu dan anak itu saling berpelukan dan tertawa bahagia. Sesekali Benardus menjatuhkan wajahnya ke bahu ibunya. (Humas)

PetaIkonikUSU