MEDAN – HUMAS USU : Program Studi Linguistik Program Pascasarjana FIB USU menggelar Seminar Internasional The 1st International Interdisciplinary Conference on Language Affairs, dengan tema: “Hate Speech in Multidisciplinary Studies”; Language, Politics, Law, and Religion. Seminar Internasional dipenuhi oleh ratusan ilmuwan dan praktisi bahasa ini digelar di Hotel Kanaya Medan, Kamis (17/10/2019).

 

Seminar menghadirkan keynote speakers ; Prof Dr James T Collins (UKM Malaysia), Prof Dr Roksana Bibi (NTU Singapore), Prof T Silvana Sinar, MA, Ph D (USU Medan), Dr Eddy Setia, M Ed, TESP (USU Medan), Dr Mahmud Mulyadi (USU Medan) dan Warjio, Ph D (FISIP USU Medan). Turut hadir dalam pembukaan acara Sekretaris Prodi S3 Linguistik FIB USU Dr Mulyadi, M.Hum, Sekretaris Prodi S2 Linguistik FIB USU Dr T Thyrhaya Zein, MA, puluhan dosen FIB USU, serta hadir juga utusan POLDASU, KEJATISU, dan MUI Sumut sebagai pendengar dan pembanding. Bahkan 20 orang mahasiswa dari Singapore ikut hadir sebagai peserta dan pemakalah. 

 

Secara resmi seminar dibuka Wakil Dekan III FIB USU Prof Dr Ikhwanuddin Nasution, MS, mewakili Dekan FIB. Dalam sambutannya, Prof Ikhwanuddin sangat mendukung digelarnya seminar internasional tersebut, mengingat tema yang diangkat cukup bagus dan relevan dengan permasalahan yang sedang hangat menyelimuti kehidupan berbangsa di Indonesia. Pematerinya juga sesuai dengan tema yang diangkat, dan pakar bahasa dari Singapore, Malaysia dan Indonesia. 

PPS b“Kita berharap seminar ini akan memberikan pencerahan dan sumbangsih bagi kajian linguistik, serta masukan bagi polisi dan jaksa saat menyelidik kasus ujaran kebencian yang lagi marak di masyarakat. Sungguh inilah wujud dari kebermanfaatan Prodi Linguistik PPs FIB USU bagi permasalahan masyarakat dan bangsa,” kata Prof Ikhwanuddin.

 

Ketua Prodi S2-S3 Linguistik FIB USU Dr Eddy Setia, M Ed, TESP, dalam sambutannya mengatakan, seminat yang mengangkat tema Hate Speech merupakan hasil kesepakatan panitia, karena dianggap sangat menarik dan sedang viral menjadi pembicaraan di tengah masyarakat akademisi Indonesia.

 

“Sudah banyak kasus-kasus yang ditangani oleh kepolisian dan jaksa, hanya karena cuitan-cuitan di medsos yang dipersepsikan mengarah ujaran kebencian dan masuk dalam ranah hukum karena melanggar UU ITE. Sebagai Prodi yang fokus mengkaji bahasa, kita ikut bertanggungjawab untuk ambil peran dalam memberikan masukan hasil kajian analisis ilmiah, agar kepolisian dan kejaksaan tidak salah dalam mengadili kasus-kasus yang berawal dari ujaran kebencian. Sekaligus kita sebagai masyarakat harus lebih dewasa dalam bermedsos ria.  Serta dapat menjaga jari kita untuk tidak mengetik di akun-akun medsos dengan semarangan dan berbau ujaran kebencian,” kata Dr Eddy Setia.

 

Salah seorang keynote speaker Prof T Silvana Sinar, MA, Ph D, dalam paparannya mengatakan bahwa saat ini di Indonesia ada lebih 3000-an informasi hoax yang tersebar di masyarakat. Serta ratusan kasus delik aduan UU ITE yang sudah, sedang dan akan ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan dalam bentuk ujaran kebencian di dunia maya. Dan data ini akan bertambah terus jika tidak ada langkah preventif yang dilakukan pemerintah, terutama dalammelakukan langkah-langkah pencegahan dengan memberikan pencerahan kepada masyarakat luas.

 

“Pemerintah juga harus bergandengan tangan dengan semua elemen masyakat untuk memberikan masukan kepada pemerintah dan penegak hukum, agar tidak ada masyarakat yang dirugikan,” tandasnya.

PPS aMenurutnya, ada tiga langkah agar Hate Speech dapat kita hindari dan tidak masuk dalam ranah hukum, yaitu; memasukkan materi tentang menghindari hate speech di sekolah-sekolah, penegakan hukum harus ditegakkan secara adil dan tegas, tidak pilih kasih, dan perlu kerjasama yang baik antar berbagai disiplin ilmu terkait, untuk memberikan masukan pada pihak kepolosian dan kejaksaan yang menyidik kasus ujaran kebencian. 

 

Prof J Collins dalam kesempatan itu menyatakan bangga dengan Indonesia yang menjadi negara ke-3 dan 4 pengguna facebook terbesar di dunia. Jika hal ini bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang produktif tentu akan berdampak positif bagi kemajuan Indonesia. Namun di sisi lain dari pengguna fb, ternyata banyak juga masyarakat yang harus berurusan dengan kepolisian karena ulah tangan yang kebablasan dalam bermedsos.

 

“Menangani hal ini menurut saya ada beberapa hal, yaitu; bangun moralitas diri dalam bermedia sosial melalui pendidikan di masyarakat. Serta harus ada kajian yang bisa membedakan antara sastra dan bukan sastra, sehingga bisa bedakan konten sastra yang masuk ranah ujaran kebencian atau hanya wujud dari bersastra. Selain itu harus kita tingkatkan kewaspadaan diri agar bisa lebih hati-hati berujar di medsos,: kata Prof J Collins.

 

Keynote speakers dari ahli bahasa Prof Dr Roksana Bibi, ahli hukum Dr Mahmud Mulyadi dan ahli ilmu politik Drs Warjio, Ph D, juga sejalan dengan pendapat dua pemateri kunci di atas. Jika hate speech sudah masuk ke ranah hukum, haruslah aparat penegak hukum dapat mengadili secara adil sesuai hukum yang berlaku, namun harus melibatkan para ahli yang terbaik, yakni ahli bahasa, ahli budaya, ahli hukum, ahli politik, ahli agama dan ilmu lain yang terkait, agar tidak salah dalam menangani kasus yang ada. Selain itu juga perlu ada gerakan masif di masyarakat melalui lembaga pendidikan, dan kehidupan sosial bermasyarakat untuk memberikan pemahaman sejak dini agar tidak salah dalam berujar di media sosial. (Humas)

PetaIkonikUSU