MEDAN – HUMAS USU : Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) hadir memberikan keynote speech dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, Selasa (22/9/2020), bertempat di Maryland Hall JW Marriot Hotel. Sementara itu, salah seorang Guru Besar USU dari Pusat Kajian Selat Malaka USU, Prof Dr Edy Warman, SH, M Hum, hadir sebagai salah seorang narasumber dalam FGD yang mengambil tema “Kepentingan Indonesia dalam UNCLOS dan Keterkaitannya dengan Inisiatif Freedom of Navigation Amerika Serikat”.

FGD 2020 mHadir dalam kesempatan itu, Staf Ahli Menko Polhukam Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman Laksda TNI Yusup, Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri Kemenkopolhukam Duta Besar Lutfi Rauf, Asisten Deputi Koordinasi Kerja Sama Amerika dan Eropa, Kemenko Polhukam, Bapak Vitto R Tahar, Asisten Deputi Koordinasi Kerja Sama Organisasi Internasional Kemenko Polhukam Ramadansyah dan Kepala Koordinator Dosen Seskoal Laksma TNI Bambang Pramushinto. Narasumber yang dihadirkan adalah Direktur Hukum dan Perjanjian Kewilayahan, Kementerian Luar Negeri Bebeb Djundjunan, Direktur Amerika I Kementerian Luar Negeri Zelda Wulan Kartika dan Guru Besar USU Prof Dr Edy Warman, SH, M Hum.

FGD 2020 dDalam sambutannya, Rektor USU mengucapkan terima kasih dan merasa terhormat atas dipilihnya salah seorang dari Guru Besar Universitas Sumatera Utara untuk tampil sebagai salah seorang pembicara dalam forum penting tersebut.

FGD 2020 hMembahas mengenai posisi strategis Selat Malaka, kata Rektor, terutama dikaitkan dengan kepentingan Indonesia sebagai negara yang berdaulat dan memiliki hak atas pengelolaan wilayah di Selat Malaka, tentu banyak hal yang harus didiskusikan bersama. Mengingat keberadaan Selat Malaka bukan saja terbatas pada persoalan ekonomi dan perdagangan semata. Namun juga mencakup pada banyak persoalan, khususnya dalam hal keamanan dan pertahanan negara, pembangunan yang terencana dan berkelanjutan serta hubungan diplomatik, baik dengan negara-negara yang berada di kawasan Selat Malaka, maupun negara-negara lain yang memiliki kepentingan khusus di kawasan tersebut.

FGD 2020 b“Harapan kami, semoga dengan digelarnya Focus Group Discussion (FGD) ini nantinya akan lahir gagasan-gagasan dan pemikiran-pemikiran yang bernas dan matang dari lintas sektoral yang hadir, untuk kemudian dapat ditindaklanjuti pada forum yang lebih tinggi dan diimplementasikan menjadi kebijakan yang tepat, terukur dan terarah,” kata Rektor USU.

FGD 2020 j“Kompleksitas permasalahan yang dihadapi Indonesia di Selat Malaka ini seringkali menghadirkan ketegangan diplomatik, baik di antara negara-negara yang bersinggungan langsung dengan kawasan Selat Malaka, yakni Malaysia, Singapura dan Thailand, maupun dengan negara-negara lain yang memiliki kepentingan khusus. Klaim batas wilayah, pembuangan limbah, penyeludupan barang dan narkotika serta tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing) merupakan beberapa persoalan yang paling sering menimbulkan polemik antar negara. Tindak pidana pencurian ikan di Kawasan Selat Malaka adalah salah satu persoalan yang seolah tidak pernah habis dihadapi oleh Pemerintah Indonesia, meskipun penegakan dan penindakan hukum terhadap hal tersebut telah dilakukan dengan tegas sesuai hukum yang berlaku. Kapal-kapal asing seolah tidak pernah jera bahkan semakin marak melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di kawasan Selat Malaka yang masuk dalam jalur laut teritorial Pemerintah Indonesia. Ironisnya, mereka juga kerap melakukan perlawanan saat dipergoki oleh aparat keamanan,” papar Rektor.

FGD 2020 aUntuk menghadapi permasalahan tersebut, Pemerintah Indonesia sejak lama telah menggunakan dasar hukum internasional yang disebut dengan United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Indonesia meratifikasi Konvensi ini melalui UU No.17 Tahun 1985 dan sejak saat itu Indonesia resmi tunduk pada aturan tersebut.

FGD 2020 e“Paham kebebasan berlayar atau freedom of navigation yang dianut oleh Amerika Serikat, pada masanya juga akan memunculkan gesekan-gesekan kepentingan di kawasan Selat Malaka, yang harus diwaspadai dan diantisipasi dengan baik oleh Pemerintah Indonesia. Tentunya, untuk mengamankan kepentingan Indonesia di kawasan Selat Malaka, dibutuhkan persamaan persepsi dan perumusan masalah di antara berbagai stake holder ataupun pemegang kebijakan dan pemerintahan, sehingga dapat dituangkan dan diwujudkan dalam berbagai upaya serta tindakan. Baik dalam hal pembuatan peraturan perundang-undangan yang lebih kuat dan tegas, perencanaan pembangunan yang lebih terintegrasi serta penguatan dalam bidang pertahanan dan keamanan,” kata Prof Runtung.

FGD 2020 lUniversitas Sumatera Utara merupakan salah satu institusi yang memiliki kepedulian terhadap perkembangan dan kemajuan kawasan Selat Malaka. Kepedulian tersebut antara lain dibuktikan dengan dibentuknya Pusat Kajian Selat Malaka (PKSM) di USU yang aktivitasnya kemudian berkembang dalam berbagai bentuk. Di antaranya dengan aktif menggelar berbagai forum diskusi tentang Selat Malaka yang menghadirkan para pembicara yang memiliki kompetensi dalam bidang-bidang terkait, juga menjalin kerjasama dengan pemerintah provinsi Sumatera Utara serta lembaga-lembaga negara lainnya dan bergerak dalam kelompok-kelompok kerja Selat Malaka untuk merumuskan upaya-upaya strategis dalam penyelamatan dan pembangunan kawasan Selat Malaka.

FGD 2020 f“Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara juga aktif melaksanakan pertemuan, seminar dan kajian-kajian tentang Selat Malaka, yang akhirnya melahirkan Buku Pemikiran Guru Besar Universitas Sumatera Utara tentang Selat Malaka. Buku tersebut memuat sejumlah tulisan dan penelitian dari Guru Besar USU yang seyogyanya dapat dijadikan sebagai rujukan dan rekomendasi aksi tindak lanjut terhadap pembangunan kawasan Selat Malaka. Sementara itu, Forum Rektor Wilayah Barat juga mendukung penuh seluruh upaya untuk penyelamatan Selat Malaka yang dilakukan oleh para sivitas akademika dan para pemangku kebijakan,” tandas Rektor. (RJ)

PetaIkonikUSU