MEDAN-USU: Pj Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Subhilhar, PhD, menyebutkan saat ini energi fosil sudah semakin berkurang sementara cadangan di dalam bumi sudah menipis dan membutuhkan kegiatan eksplorasi yang besar dan biaya tinggi. Sudah saatnya, kata beliau, untuk mencari lebih dalam lagi dan mengembangkan sumber daya energi alternatif pengganti yang baru dan terbarukan. “Dibutuhkan kreatifitas dan inovasi yang tinggi untuk menggali sumber daya energi tersebut,” ujar Pj Rektor.
Demikian disampaikan Pj Rektor saat memberikan sambutan dalam Seminar dan Sosialisasi Pemanfaatan Biodiesel, di Aula Fakultas Teknik USU Jumat (30/10/15). Seminar dan sosialisasi dilaksanakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi yang didukung oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) bersama Hino sebagai penyedia kendaraan; Badan Pendidikan dan Pengembangan Teknologi (BPPT) dan ITB serta PPPTMGB LEMIGAS sebagai penyedia teknologi dan pihak yang melakukan proses pencampuran bahan bakar dan pengujian; dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) sebagai penyedia biodiesel. Sedangkan beberapa universitas yang digandeng BPDPKS antara lain, UNILA, UNSRI, Universitas Jambi, UNAND, UNRI, dan USU.
Selain dihadiri oleh Pj Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Subhilhar, PhD, juga hadir jajaran pimpinan BPDPKS, ketua GAIKINDO, Dekan Fakultas Teknik Prof. Bustami Syam dan Dekan FMIPA DR Sutarman, para Ketua Departemen Fakultas MIPA, para Ketua Departemen Fakultas Teknik, dan mahasiswa.
Pj Rektor USU pada saat itu mengajak para mahasiswa Fakultas Teknik dan FMIPA USU untuk melakukan berbagai riset dan penelitian ilmiah untuk menemukan sumber-sumber energi baru. Banyak di sekitar kita, sebut Prof. Subhilhar, yang bisa dimanfaatkan dan dikembangkan. Menurut Guru Besar Ilmu Politik FISIP USU itu, dengan pemanfaatan hasil-hasil alam sekitar, tentunya tidak akan banyak lagi polusi yang terjadi sebagai akibat ketidakmampuan dalam memaksimalkan hasil alam.
Sementara Dadan Kusdiana (Direktur Pengelola Dana Perkebunan Sawit) menjelaskan tujuan kegiatan sosialisasi ini adalah untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa kebijakan pemerintah mandatori B15 telah berjalan kembali, dan pemanfaatan biodiesel 15% (B15) sudah berjalan sejak 26 Agustus 2015 lalu serta akan dilanjutkan menjadi mandatori B20 pada Januari 2016. Dengan adanya sosialisasi dan uji jalan terhadap penggunaan B20, pemerintah ingin memperlihatkan kesiapan semua pemangku kepentingan dalam pelaksanaan mandatori B20 itu, termasuk dalam pendanaannya. Kaitan kegiatan tersebut dengan perguruan tinggi, lanjut Dadan, karena adanya program riset sawit yang melibatkan peneliti dari beberapa perguruan tinggi, dan ini adalah etape terakhir untuk wilayah Sumatera selama 12 hari roadshow tim B20. “Perjalanan kami di Sumatera sampai di kota Medan menggunakan beberapa kendaraan yaitu tipe Ford Ranger, Mitsubishi Pajero, Kijang Innova, Truk Hino, dan truk Hino Elf, dengan jarak tempuh total 3383 km dengan 1206 liter B20,” ucap Dadan.
Sosialisasi itu kami lakukan, sambung Dadan, demi untuk meningkatkan permintaan terhadap produk turunan sawit. Dimulai pembukaan di Jakarta, dilanjutkan di 6 kota besar di Sumatera, yaitu Lampung, Palembang, Jambi, Padang, Pekanbaru, dan Medan. Khusus di kota Jambi dan Pekanbaru, BPDPKS memberi bantuan 30 ribu buah masker sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat kota itu dalam menghadapi kondisi kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan yang terjadi beberapa bulan terakhir.
Sebenarnya, kata Dadan, uji coba B20 telah dilakukan pada 2014 lalu sejauh 4000 km dan bisa dipakai pada berbagai mesin diesel dan B15 pelan-pelan akan diganti dengan B20, dan itu akan terus diperbaharui dengan B25 dan B30, walaupun menurut Dadan, pencampuran itu sudah maksimal karena kalau lebih dari 30% perlu uji yang lebih rinci lagi. “Saat ini dengan B20 untuk segala jenis mesin diesel bisa dipakai dan ternyata mesinnya tidak bermasalah, hanya tenaganya berkurang sedikit,” ujar Dadan.
Dilanjutkannya, bahwa sumber daya energi dari kelapa sawit melimpah, dan kita tidak perlu takut karena pasarnya didalam negeri cukup banyak. “Untuk konsumsi biodiesel saat ini pulau Jawa masih dominan, disusul Sumatera dan Kalimantan,” tutur Dadan.
Seperti diketahui, biodiesel sebagai salah satu industri turunan sawit telah dirasakan manfaatnya sejak diimplementasikan pertama kali pada 2009 lalu. Biodiesel tidak hanya mengambil peran dalam menyokong ketahanan energi nasional, tetapi juga terbukti mampu memberikan sumbangsih bagi laju perekonomian melalui peningkatan nilai tambah industri sawit dan penghematan devisa negara dengan pengurangan impor solar.
Pada awal 2015, industri biodiesel melewati banyak tantangan terutama terkait penurunan harga minyak dunia yang drastis serta adanya perubahan skema insentif untuk menggantikan ketiadaan alokasi subsidi khusus BBM pada RAPBN 2015. Berkat sinergi yang baik dari Kementerian/Lembaga dan stakeholder terkait, pada Agustus 2015 pemerintah memberi dukungannya terhadap industri biodiesel, yakni melalui pengalokasian Dana Pembiayaan Biodiesel dari Dana Perkebunan Sawit (DPS) yang dioperasionalkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), sehingga juga dapat menjamin pengembangan industri sawit itu sendiri dan bermanfaat untuk pengembangan SDM; penelitian dan pengembangan; promosi; peremajaan; sarana dan prasarana; pengembangan perkebunan; pemenuhan hasil perkebunan untuk kebutuhan pangan, hilirisasi industri perkebunan, termasuk bahan bakar nabati (biofuel).(humas)