Medan-USU: Saat ini karakter yang jujur dan apa adanya sudah sangat sulit kita temukan ditengah masyarakat apalagi di kalangan pejabat kita. Hal itu dinyatakan Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara Prof Subhilhar, PhD, saat menyampaikan sambutan dalam seminar yang diadakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI di gedung Gelanggang Mahasiswa USU, pada Senin (4/5). Seminar dihadiri peserta dari kalangan dosen USU, jajaran pimpinan dan pegawai bagian Biro Keuangan dan Keuangan Fakultas USU, Sekretaris MWA, Ketua dan Sekretaris DGB USU, Ketua dan Staf Unit Akuntansi, dan para mahasiswa.

BPK RI 1Dalam seminar yang menghadirkan pembicara utama dari Ketua BPK RI Dr Harry Azhar Aziz, MA, dan Gus Irawan Pasaribu (Wakil Ketua Komisi XI DPR RI), Prof Subhilhar mengatakan saat ini kita lebih takut pada CCTV, recorder, atau teknologi perekam lainnya karena aksi kita yang memang negatif dibanding takut kepada Tuhan. Menurut beliau lagi, negara lain yang lebih liberal menerapkan konsekuensi hukum yang tegas kepada para pelanggar hukum. “Dengan adanya seminar ini akan lebih membuka wawasan kita tentang pengelolaan keuangan negara secara umum” lanjut Prof Subhilhar. “Mudah-mudahan dengan adanya komunikasi yang intensif antara lembaga-lembaga khususnya USU dengan BPK, akan meningkatkan pengetahuan dasar kita atas pengelolaan keuangan negara," harap beliau.

BPK RI 2Dalam seminar dengan tema “BPK, Pengelolaan Keuangan Negara dan Kesejahteraan Rakyat” Ketua BPK RI Dr Harry Azhar Aziz, yang berbicara pada sesi pertama mengatakan, seiring dengan perkembangan pembangunan, jumlah penggunaan keuangan negara juga semakin besar. Hal itu terlihat, misalnya, dalam RAPBN-P 2015, penerimaan negara sebesar Rp 1.761 T dan belanja sebesar Rp 1.984,1 T. Sementara total aset pemerintah pusat pada tahun 2013 sebesar Rp 3.567,59 T.

BPK RI 3Apalagi, tambahnya, perkembangan penggunaan keuangan negara juga tampak dari semakin besarnya volume keuangan Pemda, perkembangan BUMN dari tahun ke tahun juga semakin besar, sehingga patut dipertanyakan apakah telah dipergunakan secara ekonomis, efisien, dan efektif, dan berdampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat, yang membutuhkan korelasi antara jumlah uang negara yang digunakan untuk pembangunan dengan peningkatan kesejahteraan.

Dalam beberapa tahun terakhir, lanjut Harry, BPK memprioritaskan pemeriksaan keuangan karena bersifat mandatory atau harus dilakukan sebagai perintah UU, dan pada bidang-bidang kegiatan yang rawan terjadi korupsi dan menjadi prioritas pembangunan, seperti bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, lingkungan hidup, ketahanan pangan dan penanggulangan kemiskinan.

BPK RI 4Tantangan yang dihadapi BPK dalam pemeriksaan keuangan adalah tingginya harapan masyarakat yang menginginkan, jika suatu entitas sudah memperoleh opini WTP maka sudah seharusnya tidak ada korupsi di entitas tersebut, sehingga BPK terus meningkatkan kualitas pemeriksaan dengan meningkatkan pemahaman atas audit berbasis risiko (risk based audit/RBA) dan melaksanakannya dalam pemeriksaan.

Terkait dengan pemeriksaan keuangan, hingga saat ini opini WTP dengan kesejahteraan rakyat belum ada korelasinya dan sepertinya tidak berdampak kepada peningkatan kemakmuran masyarakat. Saat ini BPK menyiapkan kebijakan pemeriksaan yang bisa mengukur pengelolaan dan alokasi belanja negara atau belanja daerah dalam upaya untuk mencapai beberapa indikator kemakmuran rakyat.

BPK RI 5Sementara Gus Irawan dalam paparannya menyampaikan, kerjasama DPR dan BPK dalam pengelolaan APBN menghasilkan beberapa poin antara lain terlibat secara bersama-sama dalam konteks pengelolaan APBN, pada akhir anggaran pemerintah menyiapkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) atas pelaksanaan APBN, BPK RI melakukan pemeriksaan atas LKPP tersebut, LKPP yang telah diaudit oleh BPK disampaikan oleh Presiden kepada DPR dalam bentuk RUU pertanggungjawaban pelaksanaan APBN untuk dibahas dan disetujui. Gus Irawan juga menambahkan tingginya kasus korupsi di Indonesia merupakan salah satu faktor yang menyebabkan relatif tertinggalnya pencapaian target indikator kesejahteraan di Indonesia dibanding negara lain.

Saat ini DPR bersama pemerintah telah menetapkan target-target pembangunan dalam beberapa indikator kesejahteraan yang lebih terukur. Untuk itu dibutuhkan peran BPK untuk mengawasi pelaksanaan APBN agar tepat jumlah dan tepat sasaran, untuk mendukung tercapainya tingkat kesejahteraan dan target pembangunan yang diharapkan.

BPK RI 6Gus Irawan juga menyampaikan harapan kepada BPK antara lain (1) BPK dalam proses pemeriksaan pengelolaan keuangan negara hendaknya lebih mengarah kepada hal-hal yang bersifat pada makro kebijakan, khususnya yang menyangkut fiskal seperti penerimaan perpajakan, PNBP, pembiayaan defisit, belanja negara (pusat dan transfer ke daerah), pengelolaan keuangan daerah, serta program dan kegiatan yang memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat, (2) untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam kegiatan pemeriksaan, perlu adanya sinkronisasi pelaksanaan pemeriksaan antara BPK dengan institusi pemeriksa lainnya seperti APIP, SPI pada BUMN/D, dan Kantor Akuntan Publik (KAP), (3) khusus terkait dengan pemeriksaan kinerja, BPK hendaknya lebih mengarahkan audit kinerjanya terkait dengan pelaksanaan proyek-proyek pemerintah yang menggunakan dana APBN/APBD. (ori/humas)

PetaIkonikUSU