Medan-USU: Penelitian mengenai fenomena bahasa tetap bisa fokus pada bahasa sebagai sebuah gejala sendiri, sebagai sistem yang tertutup, sebagaimana terlihat pada kajian-kajian ilmu bahasa tentang fonem, morfem, leksikon, tata bahasa dan sebagainya. Bisa juga kajian bahasa meluas, mencakup konteks sosial budaya dari segala kebahasaan yang muncul, disinilah kita menemukan kajian-kajian sosiolingusitik, pragmatik, etnolinguistik dan sebagainya. Ranah kajian juga akan sangat luas. Para ahli bahasa dapat melakukan kajian-kajian aspek kebahasaan dalam berbagai aktivitas olah raga, kesenian, kesehatan, transportasi, keagaaman, komunikasi dan sebagainya. Sebagai contoh para ahli bahasa dapat meneliti pola-pola kebahasaan yang digunakan dalam pesan-pesan pendek (sms), atau dalam berbagai jejaring sosial, facebook dan sebagainya.

Dies FIB ke 49 1Para ahli bahasa juga dapat meneliti berbagai percampuran kode yang terjadi dalam komunikasi yang menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Pendeknya pada berbagai fenomena kebahasaan yang terdapat pada semua unsur kebudayaan, karena setiap unsur kebudayaan memiliki aspek kebahasaan. Dengan menggunakan kerangka kebudayaan tersebut, sebuah padang pengembaraan intelektual terbentang sangat luas di hadapan para ilmuwan bahasa. Demikian juga dengan sastra. Jika dilihat dari sarana ekpresinya yaitu bahasa, maka sastra bisa hadie dalam unsur budaya yang manapun.Terutama jika sastra tersebut adalah sastra lisan, seperti mantra atau do'a misalnya sebab mantra dan do'aterdapat dalam aktivitas kebudayaan, mulai dari unsur keagamaan hingga pada tahap awal pembuatan sebuah perahu serta pada tahap peresmian penggunaan perahu tersebut.

Dies FIB ke 49 2Paparan tentang bahasa dan sastra diatas merupakan bagian dari tulisan orasi ilmiah tentang "dari Sastra dan Budaya Menuju Paradigma Baru" yang dibacakan oleh Heddy Shri Ahimsa Putra dosenFakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Jokjakarta pada acara Dies Natalis Ke 49 Fakultas Ilmu Budaya USU, Sabtu (13/09) di Aula Fakultas Ilmu Budaya.

 

Menurutnya judul orasi tersebut diangkat mengingat Fakultas Sastra USU telah berganti nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya pada tahun lalu. Ditambahkannya lagi, dengan adanya cara pandang baru terhadap sastra, bahasa dan relasinya dengan kebudayaan dengan berbagai aspek dan unsur-unsurnya, maka kajian-kajian tersebut akan semakin dapat berkembang, karena adanya peluang-peluang baru untuk melakukan penelitian. Bukan hanya itu, civitas akademia fakultas ilmu budaya yang baru akan menemukan paradigma-paradigma dalam studi kebudayaan, yang selama ini mungkin kurang mendapat perhatian, karena dianggap tidak relevan. Objek material yang baru, yaitu kebudayaan akan memmungkinkan civitas akademia fakultas ilmu budaya untuk mempelajari berbagai paradigma yang telah berkembang dalam studi-studi kebudayaan, yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk memperlajari bahasa dan sastra sebagai aspek dan unsur dari kebudayaan.

Dies FIB ke 49 3Dies Natalis Fakultas Ilmu Budaya USU yang ke 49 tersebut dihadiri oleh Wakil Rektor Bagian Alumni dan Kemahasiswaan, Dekan Fakultas Sastra USU Dr. Syahron Lubis, para Pembantu Dekan, para Guru Besar Fakultas Sastra USU, Dekan dan Pembantu Dekan di lingkungan USU, seluruh civitas Akademika USU, alumni, dan para undangan lainnya. Dekan Fakultas Sastra USU Dr. Syahron Lubis dalam sambutannya mengatakan berterimakasih kepada para undangan yang telah meluangkan waktunya untuk hadir dalam kegiatan Dies.

 

Dalam sambutan tertulisnya, Syahron memaparkan kemajuan dan perkembangan yang telah diraih oleh Fakultas Ilmu Budaya USU sampai sekarang. Serta tak lupa memaparkan sejarah berdirinya. Fakultas Ilmu Budaya sendiri berdiri pada 1965 dengan nama Fakultas Sastra dengan SK Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor 190/1965 tertanggal 25 Agustus 1965. Selanjutnya pada tanggal 5 April 2011 Fakultas Sastra berubah nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya sesuai dengan SK Rektor USU No. 981/H5.1.R/SK/PRS/2011. (humas)

PetaIkonikUSU