Aneh namun itulah kenyataan yang terjadi. Mahasiswa yang belajar di kampus Universitas Sumatera Utara (USU) mendapat ilmu dari tenaga pengajar yang hanya lulusan sekolah dasar (SD). Mahasiswa tersebut berasal dari program studi (prodi) Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara (USU) yang saat ini telah memasuki usia ke-30 tahun. Prodi Etnomusikologi ini juga merupakan prodi yang pertama didirikan di Indonesia yakni 1979.

 

Ketua Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, Frida Deliana mengungkapkan prodi yang dipimpinnya tersebut memang merekrut tenaga pengajar tidak tetap khusus pada musisi dan penari tradisional yang tingkat pendidikannya ada yang hanya lulusan SD. “Saat ini jurusan Etnomusikologi telah memiliki 14 tenaga pengajar tetap terdiri atas dua orang berkualifikasi S-1, enam orang S-2 dan seorang S-3. Sedangkan mereka yang lulusan SD untuk menangani mata kuliah praktik musik,” kata Frida siang ini.

 

Diungkapkannya, awal dari pendirian prodi ini masih dibantu secara operasional oleh The Ford Foundation Amerika Serikat, yang saat itu melibatkan beberapa dosen dan konsultan yang ahli dibidangnya dari Amerika Serikat, Australia dan Inggris. Rektor USU AP Parlindungan dan dekan Fakultas Sastra USU Amin Ridwan pada saat itu yang menjadi pelopor pendiri prodi ini lanjut Frida, telah menggunakan kurikulum yang telah berlaku secara nasional. Sebagaimana diberitakan sebelumnya sekitar 50% mahasiswa prodi Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara (USU) dari yang diterima setiap tahunnya, gagal meraih gelar sarjana.

 

Setiap tahunnya dari hampir 40 orang yang diterima menjadi mahasiswa, hanya sekitar 30 orang yang mendaftar dan mengikuti ujian keterampilan dan semester demi semester satu persatu mahasiswanya mengundurkan diri hingga mencapai 50% dari awal penerimaan.


Dikatakan, ada beberapa faktor penyebab mundur atau gagalnya mahasiswa tersebut untuk melanjutkan studinya meraih gelar sarjana. Faktor utama terletak pada sistem penerimaannya. Mahasiswa yang diterima melalui UMPTN dan jalur PMP tidak semuanya memiliki kemampuan musikal. Siapa saja yang mendapat nilai tertinggi untuk syarat kelulusan ujian UMPTN bisa lulus dan diterima menjadi mahasiswa etnomusikologi.

 

Kalaupun ada selama ini ujian keterampilan musik, dilakukan setelah mereka lulus UMPTN. Karena kemampuan musikalnya tidak memadai, maka secara berangsur-angsur si mahasiswa mengundurkan diri. Menurutnya, sistem penerimaan mahasiswa tersebut dapat dilakukan dengan beberapa jalur. Pertama bisa saja 30 persen melalui jalur UMPTN, 50 persen melalui jalur PMP yang berasal dari sekolah kejuruan musik. Lalu 10 persen melalui jalur PMP yang berasal dari SMA dan 10 persen dari SLTA yang mempunyai kemampuan musikal yang direkomendasikan oleh dinas pendidikan setempat.


Faktor kedua penyebab mundurnya mahasiswa adalah karena rasa keprihatinan dari mahasiswa akan masa depannya. Setelah tamat nanti, kemana harus bekerja. Ini tidak saja keprihatinan mahasiswa itu sendiri tetapi sering juga masyarakat bertanya apa lapangan pekerjaan setelah tamat dari etniomusikologi. Jika tamat dari prodi musik yang berlatar belakang kependidikan, jelas lapangan pekerjaannya menjadi guru musik di sekolah-sekolah. "Maka tidak heran kalau ada beberapa alumni etnomusikologi yang melanjutkan pendidikan Akta Empat agar dapat diterima menjadi tenaga pendidik di sekolah negeri maupun swasta," katanya. (Hr Waspada)

PetaIkonikUSU