Hazairin Pohan, Duta Besar Indonesia untuk Republik Polandia hadir pada Dies Natalis Fakultas Hukum USU pada Sabtu 16 Januari lalu. Hazairin hadir di Medan selain sebagai alumni Fakultas Hukum USU juga untuk memberikan orasi ilmiah dengan topik "Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI Bebas dan aktif di Kawasan Eropa Timur Pasca Perang Dingin" di depan para alumni dan civitas akademika fakultas hukum. Topik tersebut diambil mengingat ia mengawali studi di kawasan Eropa Timur ketika mendapat beasiswa dan memperoleh gelar MA pada University of Washington di Seattle, AS (1983-1985), kemudian mendapat penugasan di KBRI Moskow, Uni Soviet (1986-1989), KBRI Sofia, Bulgaria.

 

Dari topik pidato yang berjudul Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI Bebas dan Aktif Di Kawasan Eropa Timur Pasca Perang Dingin, Hazairin mengatakan tulisannya lebih banyak merupakan refleksi dan oleh karena itu bukan merupakan pendekatan ilmiah tentang disiplin ilmu hukum internasional maupun hubungan internasional.


Pertimbangannya karena pertama ia menghabiskan waktu kurang lebih 18 tahun dari keseluruhan masa tugas 30 tahun di Kementrian Luar Negeri, baik dalam kapasitas pembuatan kebijakan maupun pelaksanaan sebagai politik luar negeri RI. Kawasan Eropa Timur, dalam sejarah perkembangan geopolitik Eropa mengalami pasang surut, sejarah kelabu masa lalu, maupun kebangkitannya, setelah runtuhnya Tembok Berlin yang mengakhiri Perang Dingin pada akhir pada akhir dekade 1980-an. Kedua, Indonesia dan "Blok Timur" atau negara-negara kawasan Eropa Timur lahir dari periode sejarah dunia yang sama. Ketiga, kedua entitas Indonesia dan Eropa Timur memiliki sejarah hubungan yang sangat intensif di masa lalu, terutama pada perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat pada tahun 1962-1963 dan konfrontasi terhadap Malaysia. Keempat, pada saat Indonesia menghadapi embargo senjata oleh Barat karena pelanggaran HAM di Timor Timur, pengaktifan kembali hubungan diplomatik antara Indonesia dengan negara-negara Eropa Timur pasca Reformasi, khususnya dengan Rusia, telah memberikan leverage yang kuat bagi Indonesia dalam pelaksaan politik luar negeri bebas dan aktif. Kenapa ? Karena Negara-negara kawasan Eropa timur memiliki basis dan sumber persenjataan yang membantu Indonesia di dalam meningkatkan postur pertahanan Negaran, melalui kerjasama pertahanan, khususnya dalam pengedaan alutsista. Lebih dari pembelian sejumlah peralatan militer dan kesediaan untuk membangun industri strategis RI melalui alih teknologi, hubungan dan kerjasama bilateral itu telah berkembang sedemikian rupa sehingga menjadikan kawasan Eropa Timur menjadi kawasan ekonomi yang potensial, sebagai sumber alternatif bagi peningkatan perdagangan, kerjasama investasi, maupun keuangan.


Terakhir, pria yang lahir di Pematang Siantar 12 Nopember 1953 ini mengungkapkan, pengamatan dinamika hubungan bilateral RI dan negara-negara kawasan Eropa Timur, terutama sejak 1991 setelah tercapainya stabilitas politik di dalam negeri kita pasca reformasi, merupakan laboratorium menarik tentang berbagai peluang dan tantangan yang dihadapi Indonesia di dalam membangun kembali hubungannya dengan Eropa Timur, di dalam keseluruhan kerjasama bilateral, baik politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan. Proses interaksi yang intensif antara kita dengan kawasan Eropa Timur sejak tahun 2002 diawali dengan kunjungan Presiden Megawati Soekarnoputri ke sejumlah negara kawasan. Kunjungan tersebut menghasilkan ratusan persetujuan bilateral, peningkatan angka perdagangan dan investasi yang signifikan, dan kerjasama pendidikan sosial budaya. Mengingat Eropa Timur menjadi titik yang paling intensif dalam hubungan dan kerjasama bilateral Indonesia pasca reformasi, maka interaksi di dalam format baru hubungan itu telah menjadi model bagaimana seyogyanya penyusunan strategi pelaksanaan hubungan bilateral dengan kawasan-kawasan lainnya. Demikian Hazairin. (vie)

PetaIkonikUSU