Prof. Drs. Tulus, Vordipl.Math., M.Si., Ph.D, dan Prof. Dr. Ir. Albiner Ruplin Raylen Pamimpin Siagian, M.Si keduanya merupakan dosen tetap di Fakultas MIPA dan Fakultas Kesahatan Masyarakat USU dikukuhan sebagai Guru Besar Tetap oleh Rektor USU Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) di gedung Gelanggang Mahasiswa, Sabtu (16/10).

 

Prof. Tulus yang juga Staf Ahli di Pusat Sistem Informasi USU yang lahir di Jawa Tengah dan besar di Simalungun dalam pidato pengukuhannya mengatakan matematika merupakan suatu subjek yang telah dikaji selama ratusan tahun. Banyak matematika baru termotivasi oleh masalah praktis yang muncul hampir di setiap aspek kehidupan. Pada sisi lain, model matematika telah digunakan oleh industri untuk memperbaiki pemahaman dari proses yang rumit yang ada di dalamnya. Ada keuntungan yang jelas terhadap matematika dan industri yang timbul dari aplikasi matematika untuk industri. Di beberapa negara, sektor industri masih kurang menaruh perhatian pada penelitian dan pengembangan berbanding yang banyak dilakukan di negara industri (Fullford & Broadbridge, 2002).

 

Menurut ayah tiga anak ini, matematika komputasi muncul sebagai bagian berbeda dalam matematika terapan pada awal 1950an. Matematika komputasi melingkupi riset dalam bidang sains dimana komputasi memainkan peran utama dengan menekankan algoritma, metode numerik, dan metode simbolik. Alan M. Turing (1912–1954), pendiri dari teori komputabilitas, secara umum telah dipertimbangkan sebagai seorang ahli logika murni. Tetapi gagasannya telah melibatkan implementasi praktis dan fisik dari struktur logika, terutama terkait dengan hubungan antara diskrit dan kontinu, dan pekerjaan ilmiahnya mulai dan berakhir dengan ilmu fisika teoritis (Hodges, 2008). Terkait akan hal ini, sains komputasi merupakan campuran dari aplikasi, komputasi, dan matematika.

 

Selanjutnya paradigma baru dari komputasi telah muncul secara evolusi dan ditunjukkan dengan pertemuan pertama dari suatu komunitas riset baru, yang mencoba memperbarui, dalam abad yang baru, penapakan batu pertama tentang Alan Turing. Computability in Europe (CiE) awalnya dengan suatu proposal 2003 untuk pendanaan Uni Eropa yang secara cepat dikembangkan ke jaringan luas Eropa dari 400 peneliti dari 17 negara, sekitar 70 institusi, dan sejumlah disiplin riset yang berbeda, yaitu matematika, ilmu komputer, fisika, biologi, filosofi, dan logika. Demikian Tulus dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Peran Matematika Komputasi Dalam Penyelesaian Persoalan Bidang Industri”.

 

Sementara itu Albiner Siagian dalam pidatonya yang berjudul "Reposisi Gizi sebagai Pusat Pembangunan" mengatakan, persoalan gizi ini menjadi persoalan dunia, tak terkecuali Indonesia. Menurut perkiraan, sampai saat ini diperkirakan sekitar satu miliar penduduk dunia, terutama perempuan dan anak-anak, menderita kelaparan. "Keadaan di Indonesia tidak jauh berbeda. Kalau kita menggunakan prevalensi status gizi balita sebagai prediktor, maka ada sekitar 44 juta penduduk Indonesia yang mengalami kelaparan pada berbagai tingkatan, mulai dari yang sudah tak jelas lagi makan apa hari ini, mengurangi frekuensi makan, mengurangi jatah makan, hingga mengurangi kualitas makanan," paparnya.

 

Siagian yang lahir di Tobasa 43 tahun lalu ini mengatakan, mengutip Bank Dunia, ada tiga alasan reposisi gizi sebagai pusat pembangunan. Pertama, pengembalian modal atas investasi gizi sangat tinggi. Menurut Konsensus Kopenhagen, intervensi gizi menghasilkan pengembalian modal tertinggi di antara 17 investasi pembangunan potensial. Alasan kedua dan ketiga ialah karena kekurangan gizi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan karenanya akan melanggengkan kemiskinan.

 

Ia menilai Kasus gizi buruk dan kelaparan di beberapa daerah, misalnya, mengindikasikan menipisnya modal sosial, baik di kalangan masyarakat maupun pemerintah. Itu adalah ironis bahwa kurang terjadi di di daerah yang bangga sebagai negeri yang kaya," sentilnya.

 

Gejala menipisnya modal sosial di masyarakat antara lain ditandai dengan melunturnya budaya gotongroyong atau tolong-menolong. Budaya hedonisme dan konsumerisme mulai merasuk ke sendi-sendi kehidupan masyarakat, termasuk di pedesaan.

 

Kedua adalah negara, tepatnya pemerintah baik pusat maupun daerah. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang berakibat buruknya pelayanan terhadap kebutuhan dasar rakyat dan lambannya penanganan kasus gizi buruk adalah bukti menipisnya modal sosial di kalangan pengambil keputusan atau pemerintah. (vie)

PetaIkonikUSU