Fakultas Ekonomi USU menggelar acara Public Lecture dengan tema Ekonomi Sumut: Review 2010 dan Outlook 2011 di aula Fakultas Ekonomi USU jl. TM. Hanafiah Kampus USU, Selasa (18/1).

 

Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (FE USU), Jhon Tafbu Ritonga, dalam ceramahnya yang bertajuk “Ekonomi Sumut: Tinjauan 2010 dan Ramalan 2011” mengatakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, nilai ekspor Sumut ke China pada 2010 mencapai lebih 721,8 juta dolar AS. Ini berarti tumbuh sebesar 56,8 persen lebih. Sementara, impor China ke daerah ini tercatat 661,5 juta dolar AS atau tumbuh 25,5 persen. Kalau dibandingkan dengan tingkat nasional, lanjutnya, neraca perdagangan Sumut atas China mengalami surplus 109,7 persen lebih. Neraca perdagangan nasional sendiri hanya tumbuh 23,7 persen lebih. Bisa dikatakan kebijakan ASEAN-China Free Trade Agreement/ACFTA (ACFTA) tersebut bermanfaat bagi Sumut daripada nasional. Sumut ternyata bisa memanfaatkan kebijakan (ACFTA) itu dengan baik karena memiliki berbagai komoditi yang dibutuhkan negara tersebut.

 

Komoditi itu antara lain minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan karet yang harganya sedang bagus pada 2010. Peningkatan itu mendongkrak kinerja nilai ekspor Sumut. Ia optimis, kondisi tersebut masih berlanjut pada tahun ini seiring meningkatnya harga komoditas utama yang dibutuhkan negara-negara importir tersbesar yang salah satunya China. Kenaikan harga komoditas, terutama CPO dan karet, yang sangat dibutuhkan China menjadi penolong Sumut tetap kuat di tengah kebijakan ACFTA.

 

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Sumut, Dr. Ir. Jonner Napitupulu, yang menyampaikan paparan tentang "Tinjauan Bisnis 2011” menyatakan optimismenya bahwa perekonomian Sumut tetap tumbuh pada tahun ini. Bahkan, pertumbuhan itu dapat lebih tinggi dibandingkan yang diprediksikan asalkan berbagai kendala yang ada dituntaskan.

 

Kendala-kendala yang menghadang itu menurutnya antara lain inflasi yang masih tinggi yang mencapai 8 persen serta kemungkinan naiknya BI rate menjadi 6,75-7 persen tahun ini serta berbagai hal yang memicu timbulnya ekonomi biaya tinggi seperti birokrasi yang belum efisien dan efektif; ketidakpastian hukum, ketenagakerjaan, infrastruktur gas dan listrik, tata ruang, dan sebagainya. Ia juga menegaskan, pihak swasta tetap menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi di daerah ini.

 

Sebelumnya, melalui survei cepat tentang “Faktor Riil Sumber Pertumbuhan Ekonomi Sumut”, sebagaimana disampaikan Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan FE USU, Wahyu A Pratomo, terungkap, umumnya pelaku usaha optimis akan mampu mencapai target pertumbuhan usahanya satu tahun ke depan. Dari total responden pelaku dunia Usaha Mikro Kecil dan Menenangah (UMKM), hanya 22 persen yang menyatakan pesimis. (vie)

PetaIkonikUSU